Upah Harian: Memahami Detak Jantung Ekonomi Informal

Ilustrasi Pekerja Harian dengan Kalender dan Uang Seorang pekerja memegang perkakas, di sampingnya ada kalender dengan tanggal yang dilingkari dan tumpukan koin, melambangkan upah harian dan jadwal kerja. MEI S S R K J S M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Ilustrasi pekerja harian yang mengandalkan upah setiap hari untuk memenuhi kebutuhan.

Pendahuluan: Sekilas Tentang Upah Harian

Dalam lanskap ketenagakerjaan global, terdapat beragam sistem penggajian yang diterapkan untuk menghargai kontribusi para pekerja. Salah satu sistem yang paling fundamental dan tersebar luas, terutama di sektor informal dan pekerjaan yang bersifat proyek, adalah upah harian. Upah harian merujuk pada kompensasi finansial yang diterima seorang pekerja atas jasa atau tenaga yang diberikannya dalam satu hari kerja penuh atau bagian darinya. Sistem ini berbeda secara signifikan dari upah bulanan atau upah per jam, menawarkan fleksibilitas unik namun juga membawa serangkaian tantangan yang kompleks bagi para pekerja maupun pemberi kerja.

Konsep upah harian tidaklah baru; ia telah menjadi tulang punggung perekonomian masyarakat sejak zaman kuno, di mana pekerjaan sering kali diukur berdasarkan penyelesaian tugas pada hari itu. Di Indonesia, upah harian menjadi realitas bagi jutaan individu yang mencari nafkah di berbagai sektor, mulai dari konstruksi, pertanian, jasa domestik, hingga kini merambah ke ranah ekonomi gig yang didorong oleh teknologi digital. Pekerja lepas, buruh tani, pekerja bangunan, hingga pengemudi ojek online seringkali berada dalam kategori ini.

Artikel ini akan mengupas tuntas segala aspek terkait upah harian. Kita akan memulai dengan definisi dan karakteristiknya, meninjau jenis-jenis pekerjaan yang umumnya menggunakan sistem ini, serta menganalisis sisi positif dan negatifnya dari perspektif pekerja dan pemberi kerja. Lebih lanjut, kita akan membahas dimensi hukum dan regulasi yang melingkupinya di Indonesia, implikasi ekonomi dan sosial yang ditimbulkannya, serta berbagai tantangan pelik yang dihadapi oleh para pekerja harian. Akhirnya, artikel ini akan mengeksplorasi upaya-upaya peningkatan kesejahteraan dan perlindungan bagi mereka, serta melihat evolusi upah harian di era modern yang semakin dinamis.

Memahami upah harian berarti memahami denyut nadi sebagian besar masyarakat kita. Ia bukan sekadar angka di slip gaji, melainkan cerminan dari keamanan finansial, akses terhadap layanan dasar, dan bahkan martabat hidup seseorang. Oleh karena itu, diskusi mendalam tentang topik ini sangat relevan untuk mengidentifikasi solusi yang lebih adil dan berkelanjutan bagi semua pihak yang terlibat.

Definisi Upah Harian Ilustrasi tangan memegang koin dengan tulisan 'Upah Harian' di atas meja, di samping buku definisi. Rp Upah Harian DEFINISI
Upah harian adalah kompensasi yang diberikan atas pekerjaan yang diselesaikan dalam satu hari.

Memahami Upah Harian: Definisi dan Karakteristik

Definisi Upah Harian

Secara harfiah, upah harian adalah pembayaran yang diberikan kepada pekerja berdasarkan jumlah hari kerja yang telah diselesaikan. Ini berarti, pekerja akan menerima gaji atau bayaran setiap kali mereka menyelesaikan satu hari kerja. Sistem ini kontras dengan upah bulanan (di mana pembayaran dilakukan secara periodik setiap bulan, terlepas dari fluktuasi hari kerja dalam periode tersebut) atau upah per jam (di mana pembayaran dihitung berdasarkan setiap jam kerja). Karakteristik utama dari upah harian adalah bahwa pembayaran dilakukan relatif sering, biasanya pada akhir hari kerja atau paling lambat pada akhir minggu, sesuai dengan kesepakatan.

Fleksibilitas pembayaran ini seringkali menjadi daya tarik bagi pekerja yang membutuhkan akses cepat terhadap dana untuk kebutuhan sehari-hari. Bagi pemberi kerja, upah harian memungkinkan mereka untuk menyesuaikan kebutuhan tenaga kerja dengan volume pekerjaan yang fluktuatif tanpa terbebani oleh komitmen jangka panjang. Namun, di balik fleksibilitas ini, terdapat struktur ketenagakerjaan yang seringkali kurang formal, minim perlindungan, dan rentan terhadap ketidakpastian.

Karakteristik Utama Upah Harian

  1. Pembayaran Reguler (Harian/Mingguan): Ciri paling menonjol adalah frekuensi pembayaran. Dana disalurkan segera setelah pekerjaan satu hari selesai atau diakumulasikan dan dibayarkan pada akhir minggu. Ini berbeda jauh dengan pembayaran bulanan yang umumnya stabil.
  2. Ketergantungan pada Kehadiran/Penyelesaian Tugas: Pekerja hanya akan dibayar jika mereka hadir dan menyelesaikan tugas yang diberikan pada hari tersebut. Tidak ada pekerjaan, tidak ada upah. Ini menciptakan tekanan konstan untuk mencari pekerjaan setiap hari.
  3. Hubungan Kerja Tidak Tetap: Mayoritas pekerja harian memiliki hubungan kerja yang tidak terikat kontrak jangka panjang. Mereka seringkali dipekerjakan berdasarkan proyek, kebutuhan musiman, atau panggilan mendadak. Hal ini berarti tidak ada jaminan pekerjaan yang berkelanjutan.
  4. Minimnya Manfaat Tambahan: Sangat jarang pekerja harian mendapatkan manfaat tambahan seperti asuransi kesehatan, tunjangan hari raya (THR), cuti berbayar, atau jaminan hari tua (pensiun). Kesejahteraan mereka sangat bergantung pada penghasilan harian semata.
  5. Variabilitas Pendapatan: Pendapatan pekerja harian sangat fluktuatif. Jumlah hari kerja bisa bervariasi setiap minggu atau bulan, tergantung ketersediaan proyek, kondisi cuaca, atau permintaan pasar. Ini mempersulit perencanaan keuangan.
  6. Ketergantungan pada Negosiasi Individu: Upah seringkali ditentukan berdasarkan negosiasi langsung antara pekerja dan pemberi kerja, atau mengikuti standar pasar lokal yang tidak selalu diatur oleh peraturan pemerintah. Daya tawar pekerja seringkali rendah.
  7. Prevalensi di Sektor Informal: Upah harian sangat umum di sektor informal, di mana pengawasan regulasi ketenagakerjaan relatif lemah dan formalitas administratif minim.

Jenis-jenis Pekerjaan yang Umum Menerapkan Upah Harian

Sistem upah harian ditemukan di berbagai sektor, mencakup spektrum luas dari pekerjaan fisik hingga jasa. Berikut adalah beberapa contoh umum:

Keragaman jenis pekerjaan ini menunjukkan betapa luasnya dampak sistem upah harian dalam struktur ekonomi dan sosial.

Pro dan Kontra Upah Harian Ilustrasi timbangan dengan sisi positif (senyum, uang) dan sisi negatif (cemberut, tanda tanya) untuk upah harian. Rp ?
Timbangan menunjukkan kelebihan dan kekurangan dari sistem upah harian.

Sisi Positif dan Negatif Upah Harian

Sistem upah harian, layaknya koin dengan dua sisi, menawarkan keuntungan sekaligus kerugian bagi pekerja maupun pemberi kerja. Memahami kedua sisi ini krusial untuk mengevaluasi dampak menyeluruh dari model penggajian ini.

Bagi Pekerja

Sisi Positif:

Sisi Negatif:

Bagi Pemberi Kerja

Sisi Positif:

Sisi Negatif:

Kesimpulannya, upah harian adalah pedang bermata dua. Ia menawarkan solusi pragmatis untuk kebutuhan fleksibilitas di pasar kerja, namun seringkali dengan mengorbankan keamanan dan kesejahteraan pekerja. Keseimbangan antara fleksibilitas dan perlindungan menjadi isu sentral dalam perdebatan kebijakan ketenagakerjaan.

Aspek Hukum Upah Harian Ilustrasi timbangan keadilan di samping tumpukan buku hukum, melambangkan aspek legal upah harian. UU Perpu PP
Timbangan keadilan dan buku-buku hukum merepresentasikan pentingnya regulasi dalam perlindungan upah harian.

Dimensi Hukum dan Regulasi Upah Harian di Indonesia

Meskipun upah harian banyak diterapkan, khususnya di sektor informal, keberadaannya tidak luput dari kerangka hukum ketenagakerjaan di Indonesia. Pemerintah berupaya untuk memberikan perlindungan minimal bagi semua pekerja, termasuk pekerja harian, meskipun tantangan implementasinya sangat besar.

Dasar Hukum dan Peraturan Terkait

Regulasi utama yang mengatur ketenagakerjaan di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang meskipun telah direvisi beberapa kali termasuk melalui Undang-Undang Cipta Kerja (UU Nomor 11 Tahun 2020) dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (yang kemudian ditetapkan menjadi UU Nomor 6 Tahun 2023). Dalam regulasi ini, dikenal beberapa jenis hubungan kerja, termasuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).

Pekerja harian seringkali masuk dalam kategori PKWT untuk pekerjaan tertentu yang sifatnya tidak tetap atau musiman. Pasal-pasal yang relevan biasanya menyangkut:

Peraturan Khusus untuk Pekerja Harian

Peraturan Pemerintah (PP) No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, sebagai turunan dari UU Cipta Kerja, memberikan pengaturan lebih lanjut tentang upah, termasuk mekanisme perhitungan upah harian. Beberapa poin penting yang diatur adalah:

Tantangan Implementasi dan Penegakan Hukum

Meskipun ada kerangka hukum, implementasi dan penegakan perlindungan bagi pekerja harian menghadapi banyak tantangan:

Pemerintah dan berbagai lembaga non-pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan kesadaran dan perlindungan bagi pekerja harian, namun jalan masih panjang. Diperlukan sinergi antara regulasi yang kuat, sosialisasi yang masif, pengawasan yang efektif, dan partisipasi aktif dari serikat pekerja atau asosiasi untuk benar-benar mengangkat martabat dan kesejahteraan pekerja harian di Indonesia.

Dampak Ekonomi dan Sosial Upah Harian Ilustrasi grafik naik turun dan keluarga, melambangkan fluktuasi ekonomi dan dampaknya pada kesejahteraan sosial keluarga. Ekonomi Fluktuatif Kesejahteraan Keluarga
Upah harian memiliki dampak signifikan terhadap stabilitas ekonomi dan kesejahteraan sosial keluarga.

Implikasi Ekonomi dan Sosial Upah Harian

Upah harian bukan sekadar metode pembayaran; ia adalah fenomena ekonomi dan sosial yang memiliki implikasi mendalam terhadap individu, keluarga, dan struktur masyarakat secara keseluruhan. Strukturnya yang rentan dan tidak pasti seringkali menjadi akar permasalahan sosial-ekonomi yang lebih besar.

Dampak Ekonomi

Dampak Sosial

Dengan demikian, upah harian bukan sekadar angka pada pembayaran, melainkan sebuah indikator kompleks yang memengaruhi kualitas hidup, pembangunan sumber daya manusia, dan stabilitas sosial di tingkat akar rumput. Mengatasi tantangan yang terkait dengan upah harian adalah kunci untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan sejahtera.

Tantangan Pekerja Harian Ilustrasi seorang pekerja menghadapi berbagai rintangan (jurang, bebatuan, awan badai) melambangkan tantangan berat.
Berbagai rintangan dan ketidakpastian yang dihadapi oleh pekerja harian.

Tantangan yang Dihadapi Pekerja Harian

Kehidupan sebagai pekerja harian seringkali penuh dengan ketidakpastian dan rentan terhadap berbagai risiko. Mereka menghadapi serangkaian tantangan struktural dan personal yang dapat menghambat peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan mereka.

1. Ketidakpastian Pendapatan dan Pekerjaan

Ini adalah tantangan paling fundamental. Pekerja harian tidak memiliki jaminan pekerjaan yang berkelanjutan. Ketersediaan pekerjaan sangat tergantung pada faktor-faktor eksternal seperti:

Ketidakpastian ini menyebabkan stres finansial yang parah dan mempersulit perencanaan keuangan jangka pendek maupun jangka panjang.

2. Minimnya Perlindungan Sosial dan Hukum

Seperti yang telah dibahas sebelumnya, pekerja harian seringkali tidak memiliki akses atau tidak terdaftar dalam program jaminan sosial. Ini termasuk:

3. Upah Rendah dan Eksploitasi

Karena daya tawar yang lemah dan minimnya pengawasan, pekerja harian rentan terhadap pembayaran upah di bawah standar atau eksploitasi:

4. Keterbatasan Akses terhadap Pendidikan dan Peningkatan Keterampilan

Pekerjaan harian seringkali tidak membutuhkan keterampilan tinggi, dan siklus pendapatan yang tidak stabil menyulitkan pekerja untuk berinvestasi dalam pendidikan atau pelatihan:

5. Stigma Sosial dan Kurangnya Representasi

Pekerja harian seringkali menghadapi stigma sosial dan kurangnya pengakuan atas kontribusi mereka terhadap ekonomi. Mereka juga cenderung tidak memiliki representasi yang kuat melalui serikat pekerja atau asosiasi, yang bisa memperjuangkan hak-hak mereka secara kolektif.

6. Risiko Terhadap Hutang dan Lingkaran Kemiskinan

Dengan pendapatan yang tidak stabil, pekerja harian rentan terjerat hutang. Untuk menutupi kebutuhan mendesak atau kekurangan saat tidak ada pekerjaan, mereka seringkali meminjam dari rentenir atau sumber informal dengan bunga tinggi, yang semakin sulit untuk dilunasi dan menjerat mereka dalam lingkaran kemiskinan yang sulit diputus.

7. Tantangan di Era Digital (Ekonomi Gig)

Munculnya ekonomi gig (misalnya, pengemudi ojek/taksi online, kurir) telah mengubah lanskap pekerjaan harian, namun juga membawa tantangan baru:

Masing-masing tantangan ini saling terkait dan membentuk sebuah ekosistem kerentanan yang kompleks bagi pekerja harian. Mengatasi satu aspek saja tidak cukup; diperlukan pendekatan holistik dan komprehensif untuk meningkatkan kualitas hidup mereka.

Solusi dan Perlindungan Pekerja Harian Ilustrasi tangan yang membantu pekerja naik tangga menuju kesejahteraan, dengan simbol perlindungan dan jaminan sosial. Kesejahteraan
Upaya kolektif dibutuhkan untuk membantu pekerja harian mencapai kesejahteraan yang lebih baik.

Upaya Peningkatan Kesejahteraan dan Perlindungan Pekerja Harian

Melihat kompleksitas tantangan yang dihadapi pekerja harian, diperlukan berbagai upaya terkoordinasi dari pemerintah, pemberi kerja, masyarakat sipil, dan pekerja itu sendiri untuk meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan mereka. Pendekatan ini harus holistik, mencakup aspek hukum, ekonomi, dan sosial.

1. Penguatan Regulasi dan Penegakan Hukum

2. Perluasan Jaminan Sosial

3. Peningkatan Akses terhadap Pendidikan dan Pelatihan Keterampilan

4. Penguatan Organisasi Pekerja dan Koperasi

5. Program Bantuan Ekonomi dan Literasi Keuangan

6. Kolaborasi Multi Pihak

Dengan menerapkan langkah-langkah ini secara komprehensif, diharapkan pekerja harian dapat menikmati kondisi kerja yang lebih adil, mendapatkan perlindungan yang layak, dan memiliki kesempatan yang lebih besar untuk meningkatkan kualitas hidup mereka dan keluarga.

Upah Harian di Era Ekonomi Gig Ilustrasi smartphone dengan aplikasi dan berbagai ikon layanan, melambangkan pekerjaan harian di era ekonomi gig. Rp Ekonomi Gig
Upah harian kini semakin relevan di era ekonomi gig, dengan platform digital yang memediasi pekerjaan.

Evolusi Upah Harian di Era Modern: Fenomena Ekonomi Gig

Dalam beberapa dekade terakhir, lanskap ketenagakerjaan telah mengalami transformasi signifikan, terutama dengan munculnya ekonomi gig. Fenomena ini, yang sangat didorong oleh platform digital dan teknologi informasi, telah memberikan dimensi baru pada konsep upah harian. Pekerjaan gig pada dasarnya adalah pekerjaan jangka pendek, tugas-tugas lepas, atau proyek-proyek yang dilakukan secara independen, seringkali dengan pembayaran berdasarkan penyelesaian tugas atau per hari, mirip dengan upah harian tradisional tetapi dengan skala dan jangkauan yang jauh lebih luas.

Apa Itu Ekonomi Gig?

Ekonomi gig adalah pasar tenaga kerja di mana posisi-posisi jangka pendek, tugas-tugas lepas, dan kontrak pekerjaan sementara umum terjadi, berlawanan dengan pekerjaan penuh waktu permanen. Pekerja (sering disebut "mitra" atau "freelancer") menyediakan layanan atas dasar proyek-ke-proyek, dengan penghasilan yang sangat tergantung pada jumlah "gig" atau tugas yang mereka selesaikan.

Contoh paling umum di Indonesia termasuk:

Karakteristik Upah Harian di Ekonomi Gig

Meskipun ada kemiripan dengan upah harian tradisional, ekonomi gig membawa nuansa baru:

Tantangan Baru dalam Ekonomi Gig

Ekonomi gig, meskipun menawarkan peluang, juga menghadirkan serangkaian tantangan yang memperparah masalah upah harian:

Mencari Solusi untuk Pekerja Gig

Menghadapi tantangan ini, ada upaya dari berbagai pihak untuk mencari solusi:

Ekonomi gig adalah bagian tak terpisahkan dari masa depan ketenagakerjaan. Oleh karena itu, memastikan bahwa upah harian di era ini adil dan disertai dengan perlindungan yang memadai adalah tantangan krusial bagi pemerintah, platform, dan masyarakat global.

Studi Kasus dan Refleksi Mendalam

Untuk lebih memahami realitas upah harian, mari kita telaah beberapa studi kasus hipotetis yang merefleksikan pengalaman umum di lapangan, diikuti dengan refleksi mendalam mengenai nilai dan martabat pekerjaan harian.

Studi Kasus 1: Pak Budi, Buruh Bangunan Harian

Pak Budi, 45 tahun, adalah seorang buruh bangunan harian di kota besar. Setiap pagi, ia pergi ke pangkalan buruh, menunggu panggilan dari mandor proyek. Jika beruntung, ia mendapatkan pekerjaan membongkar bangunan atau mengangkut material dengan upah Rp 100.000 - Rp 120.000 per hari. Namun, ada hari-hari di mana ia tidak mendapatkan pekerjaan sama sekali, terutama saat musim hujan atau proyek sedang sepi. Istrinya berjualan gorengan kecil-kecilan di depan rumah untuk membantu, dan mereka memiliki tiga anak yang masih sekolah dasar.

Refleksi: Kehidupan Pak Budi mencerminkan ketidakpastian ekstrem dari upah harian. Penghasilan yang tidak stabil membuat perencanaan keuangan nyaris mustahil. Ia tidak memiliki jaminan kesehatan, sehingga saat anaknya sakit, mereka harus berhutang ke tetangga. Pendidikan anak-anaknya terancam karena setiap rupiah yang didapat harus diprioritaskan untuk makan. Pak Budi adalah representasi dari jutaan pekerja yang hidup "dari tangan ke mulut," di mana setiap hari adalah perjuangan untuk bertahan hidup.

Studi Kasus 2: Ibu Sari, Asisten Rumah Tangga Paruh Waktu

Ibu Sari, 38 tahun, bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART) paruh waktu di tiga rumah yang berbeda dalam seminggu. Ia dibayar Rp 75.000 per hari per rumah. Ia tidak memiliki kontrak tertulis dan tidak terdaftar di BPJS. Jika ia sakit dan tidak bisa bekerja, ia kehilangan penghasilan hari itu dan tidak ada pembayaran cuti sakit. Ia berharap bisa menabung untuk renovasi kecil rumahnya, tetapi selalu ada saja kebutuhan mendesak yang muncul.

Refleksi: Kasus Ibu Sari menyoroti kerentanan ART harian. Meskipun bekerja di beberapa tempat, pendapatan totalnya tetap rendah dan tidak ada jaminan. Kurangnya formalitas dalam hubungan kerja membuatnya rentan terhadap pemutusan kerja tanpa alasan, upah yang tidak sesuai, dan minimnya perlindungan. Pekerja seperti Ibu Sari sangat membutuhkan advokasi untuk hak-hak dasar dan pengakuan status kerja yang lebih jelas.

Studi Kasus 3: Mas Arif, Pengemudi Ojek Online

Mas Arif, 27 tahun, adalah seorang pengemudi ojek online. Ia bisa bekerja kapan saja ia mau, dari pagi hingga malam. Penghasilannya sangat bervariasi, tergantung jumlah orderan dan promo yang ditawarkan platform. Di hari yang baik, ia bisa membawa pulang Rp 150.000 - Rp 200.000 setelah dipotong bensin dan makan. Namun, di hari yang sepi, ia hanya mendapatkan separuhnya. Ia harus membayar cicilan motor dan biaya perawatan sendiri. Ia juga sering khawatir jika terjadi kecelakaan, karena asuransi yang disediakan platform seringkali tidak mencukupi.

Refleksi: Mas Arif mewakili fenomena ekonomi gig. Fleksibilitas adalah daya tarik utama, namun dibayar mahal dengan ketidakpastian penghasilan dan minimnya perlindungan. Ia adalah "wirausahawan" semu, yang menanggung semua risiko bisnis tanpa menikmati keuntungan penuh dari kemerdekaan kerja. Ketergantungan pada algoritma dan persaingan ketat membuat kehidupannya tidak jauh berbeda dari pekerja harian tradisional dalam hal kerentanan, meskipun dengan citra yang lebih "modern."

Martabat dan Nilai Pekerjaan Harian

Dari studi kasus di atas, menjadi jelas bahwa meskipun upah harian seringkali diasosiasikan dengan kerentanan, pekerjaan-pekerjaan ini memiliki nilai yang sangat besar bagi perekonomian dan masyarakat. Pekerja harian adalah tulang punggung yang membangun infrastruktur, mengolah pangan, menyediakan jasa esensial, dan menggerakkan roda ekonomi di tingkat akar rumput.

Namun, seringkali, kontribusi mereka tidak dihargai secara adil. Martabat mereka seringkali terabaikan, hak-hak mereka diabaikan, dan kesejahteraan mereka terancam. Ini adalah masalah etika, sosial, dan ekonomi yang mendalam. Sebuah masyarakat yang maju harus memastikan bahwa semua warganya, termasuk mereka yang bekerja dengan upah harian, dapat hidup dengan layak, memiliki akses terhadap kebutuhan dasar, dan memiliki kesempatan untuk berkembang.

Refleksi ini menegaskan kembali urgensi untuk terus mendorong kebijakan yang inklusif, pengawasan yang efektif, dan solidaritas sosial untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih adil dan manusiawi bagi semua pekerja, termasuk mereka yang mengandalkan upah harian.

Kesimpulan

Upah harian adalah sebuah realitas ekonomi yang tak terpisahkan dari struktur ketenagakerjaan di Indonesia dan di seluruh dunia. Dari pekerja konstruksi dan buruh tani hingga pengemudi ojek online di era ekonomi gig, jutaan individu bergantung pada sistem pembayaran ini untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Meskipun menawarkan fleksibilitas yang menguntungkan bagi kedua belah pihak dalam beberapa konteks, upah harian juga memuat serangkaian tantangan kompleks yang mendalam, terutama bagi para pekerja.

Kita telah melihat bagaimana upah harian, dengan karakteristiknya yang tidak tetap dan minimnya manfaat tambahan, dapat memicu ketidakpastian pendapatan, meningkatkan kerentanan terhadap kemiskinan, dan membatasi akses terhadap pendidikan, kesehatan, serta jaminan sosial. Dampak ekonominya meluas ke sulitnya akses layanan finansial formal dan terbatasnya kemampuan untuk menabung atau berinvestasi. Sementara itu, dampak sosialnya merasuk ke dalam kesejahteraan keluarga yang rentan, risiko kesehatan yang lebih tinggi, dan terbatasnya mobilitas sosial antargenerasi.

Meskipun Indonesia memiliki kerangka hukum yang berupaya melindungi pekerja, termasuk pekerja harian, implementasi dan penegakan hukum masih menghadapi banyak hambatan, terutama di sektor informal dan dalam menghadapi dinamika ekonomi gig yang terus berkembang. Tantangan seperti upah rendah, eksploitasi, kurangnya perlindungan K3, dan daya tawar yang lemah masih menjadi momok bagi sebagian besar pekerja harian.

Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang komprehensif dan kolaboratif untuk meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan bagi pekerja harian. Ini mencakup penguatan regulasi dan penegakan hukum, perluasan jaminan sosial yang inklusif, peningkatan akses terhadap pendidikan dan pelatihan keterampilan, penguatan organisasi pekerja, serta pengembangan program bantuan ekonomi dan literasi keuangan. Peran pemerintah, pemberi kerja, masyarakat sipil, dan pekerja itu sendiri sangat krusial dalam menciptakan ekosistem kerja yang lebih adil dan berkelanjutan.

Memahami dan merespons isu upah harian adalah investasi dalam sumber daya manusia dan fondasi masyarakat yang lebih inklusif. Hanya dengan memastikan bahwa martabat dan hak-hak setiap pekerja dihargai, terlepas dari jenis sistem penggajian mereka, kita dapat membangun perekonomian yang kokoh dan masyarakat yang sejahtera secara merata. Masa depan pekerjaan mungkin akan semakin fleksibel, namun fleksibilitas ini harus diimbangi dengan perlindungan yang kuat dan keadilan yang merata.